Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Warga Hong Kong Siap Unjuk Rasa Peringati 1 Juli

Reporter

Editor

Budi Riza

image-gnews
Polisi berusaha memukul pengunjuk rasa saat peringatan penyerahan kedaulatan Hong Kong ke Cina di Hong Kong, 1 Juli 2019. Ratusan warga Hong Kong kembali berdemonstrasi dan menutup beberapa ruas jalan protokol setempat.  REUTERS/Thomas Peter
Polisi berusaha memukul pengunjuk rasa saat peringatan penyerahan kedaulatan Hong Kong ke Cina di Hong Kong, 1 Juli 2019. Ratusan warga Hong Kong kembali berdemonstrasi dan menutup beberapa ruas jalan protokol setempat. REUTERS/Thomas Peter
Iklan

TEMPO.COHong Kong – Unjuk rasa anti-pemerintah Hong Kong terjadi di sejumlah jalan utama pada Senin pagi, 1 Juli 2019.

Baca juga: Cina Dukung Hong Kong Soal RUU Ekstradisi

 

Unjuk rasa ini memperingati penyerahan kembali Hong Kong dari Inggris kepada Cina, yang terjadi pada 1 Juli 1997.

Kota semi-otonom ini telah dilanda unjuk rasa besar-besaran sejak awal Juni saat warga menolak amandemen UU Ekstradisi. Legislasi ini memungkinkan pemerintah Hong Kong dan lembaga peradilan di wilayah itu melakukan ekstradisi warga ke negara lain yang tidak memiliki hubungan kerja sama yurisdiksi.

Ini membuat warga merasa khawatir mereka akan menjadi sasaran permintaan ekstradisi oleh pemerintah Cina karena dianggap melanggar aturan di sana.

Baca juga: Empat Organisasi Jurnalis Tolak RUU Ekstradisi Hong Kong

 

“Barisan polisi anti-huru hara terlihat berbaris mengenakan helm dan membawa tameng menghadapi pengunjuk rasa di salah satu jalan,” begitu dilansir Channel News Asia pada Senin, 1 Juli 2019.

Sam Mu, seorang seniman, bersama sekelompok kecil teman terlihat mengibarkan bendera hitam di salah satu jalan Hong Kong, yang bakal menjadi lokasi upacara.

“Bendera ini adalah simbol bahwa kota ini mulai jatuh,” kata dia. “Kebebasan kota kami menciut. Dan, arahnya semakin otoriterianisme,” kata dia.

Baca juga: 5 Poin Menarik Soal Kontroversi RUU Ekstradisi Hong Kong

 
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seorang warga, Jason Chan, 22 tahun, mengatakan,”Apapun ang terjadi kami tidak akan berkecil hati. Itu sebabnya kami akan selalu turun ke jalan.”

Ada anggapan pemerintah Hong Kong cenderung berpihak ke pemerintah Cina. Sikap keras aparat keamanan dalam menangani unjuk rasa telah menimbulkan kecaman dan dianggap melanggar HAM.

Pemerintah Inggris membekukan penjualan berbagai peralatan anti-huru hara ke Hong Kong hingga dilakukannya investigasi independen soal tindak kekerasan polisi saat menghadapi massa pengunjuk rasa pada pertengahan Juni lalu.

Baca juga: 1 Juta Warga Hong Kong Demo Tolak RUU Ekstradisi Cina

 

Meskipun Hong Kong telah dikembalikan kepada Cina, wilayah ini masih dikelola secara terpisah dengan mengadopsi konsep satu negara, dua sistem. Ini artinya Hong Kong menganut sistem demokrasi sedangkan Cina menganut sistem komunis.

Sistem ini membuat warga menikmati kebebasan berekspresi, yang tidak terjadi di Cina. Namun, sejumlah warga merasa khawatir Beijing mulai berusaha mengurangi kebebasan ini.

Aktivis pro-demokrasi telah mengorganisasi aksi massa untuk memperingati penyerahan Hong Kong ke Cina sebagai bentuk tekanan untuk meminta kebebasan demokrasi yang lebih besar. Misalnya, hak untuk memilih pemimpin Hong Kong, yang saat ini merupakan hasil penunjukan dari Beijing.

Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, yang dikecam karena mengusulkan amandemen legislasi soal ekstradisi, bakal menghadiri upacara pagi untuk menaikkan bendera.

Isu amandemen dan tindak kekerasan polisi di Hong Kong memicu publik mendesaknya untuk mengundurkan diri. Lam belum mengundurkan diri namun tingkat dukungan publik Hong Kong merosot.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

3 jam lalu

Presiden AS Joe Biden saat kunjungannya di Chavis Community Center di Raleigh, North Carolina, AS, 26 Maret 2024. REUTERS/Elizabeth Frant
Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.


Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

4 jam lalu

Ilustrasi internet. (abc.net.au)
Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

Komisi Urusan Intenet Pusat Cina telah memulai kampanye nasional selama dua bulan untuk melarang tautan ilegal dari sumber eksternal di berbagai media


Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

5 jam lalu

Pengolahan bijih nikel di smelter feronikel PT Antam Tbk di Kolaka, Sulawesi Tenggara. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.


Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

8 jam lalu

Sebuah mesin bekerja untuk mengurangi polusi dipasang di sekitar area konstruksi saat polusi udara menyelimuti wilayah Beijing, Cina, 18 Desember 2016. REUTERS/Stringer
Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.


Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

11 jam lalu

Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters. REUTERS
Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".


Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

1 hari lalu

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina. ANTARA FOTO/AACC2015
Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengkritik pemerintah Amerika Serikat atas penggerebekan terhadap protes mahasiswa pro-Palestina


Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

1 hari lalu

Bendera Korea Utara berkibar di samping kawat berduri di kedutaan besar Korea Utara di Kuala Lumpur, Malaysia, 9 Maret 2017. [REUTERS / Edgar Su]
Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

Badan mata-mata Korea Selatan menuding Korea Utara sedang merencanakan serangan "teroris" yang menargetkan pejabat dan warga Seoul di luar negeri.


Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

1 hari lalu

Ilustrasi gelombang panas ekstrem.[Khaleej Times/REUTERS]
Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

Daratan Asia berpeluh deras. Gelombang panas menyemai rekor suhu panas yang luas di wilayah ini, dari India sampai Filipina.


Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

1 hari lalu

Taman Merlion, Singapura. REUTERS/Edgar Su/File Photo
Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

Menteri Bahlil membantah investasi di Indonesia selama ini dikuasai oleh Cina, karena pemodal terbesar justru Singapura.


Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

2 hari lalu

Booth BYD di PEVS 2024. (Foto: Gooto/Dimas Prassetyo)
Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

Keputusan mendirikan pabrik kendaraan listrik di Subang Smartpolitan menunjukkan komitmen BYD dalam mendukung mobilitas berkelanjutan di Indonesia.